Hari gajian. Hari dimana para buruh menuai hasil kerja keras selama sebulan. ATM dipenuhi antrian karyawan yang mengular, berdiri menanti kesempatan untuk mengambil rupiah. Lembaran-lembaran rupiah yang kadang hanya skedar melewati tangan menuju ke pos-pos yang sudah terpakai bahkan sebelum uangnya ada: hutang.
Inilah ironi daerah industri, walaupun lokasinya nyaris di pelosok belantara. Kemudahan bertubi mendatangi dalam bentuk kemudahan untuk mengambil barang yang baik diperlukan ataupun hanya sekedar diinginkan dengan cara mencicil. Nampaknya ringan saja, angsuran sekian setiap bulan selama sekian bulan. Tidak nampak jumlah bunga yang kalau ditotal bahkan bisa melebihi pokok utangnya sendiri. Seorang kawan pernah mengatakan, prinsip utama karyawan mengelola pendapatannya adalah dengan prinsip sederhana. Jika mereka sedang memegang uang di tangan, mereka belanja seolah akan mati esok hari. Jika sedang berutang, mereka melakukannya seolah akan hidup selamanya untuk membayar hutang tersebut.
Jika seseorang menawarkan barang - baik yang kau perlukan ataupun yang hanya kau inginkan, pertanyaan pertama yang nyaris pasti kau ajukan bukan berapa harga barang tersebut. Tetapi berapa kali bayar. Bayar setiap gajian dan setiap premian. Tanggal 5 dan tanggal 25 setiap bulan. Tidak jarang kadang karyawan terlilit hutang sampai ke tenggorokan.
Hebutuhan dapur diperoleh dengan hutang dulu. Ngebon, istilah kerennya. Tukang warung - atau tukang sayur keliling akan mencatat di bguku kecilpanjang - yang kalau lembarannya dikibaskan bunyinya membuat risau. Harganya berbeda seandainya kau membayar kontan, tentu saja. Pengutang tidak akan pernah lupa memasukkan komponen bungan ke dalam catatan hutangnya.
Beli pakaian juga dengan berhutang. Beli barang elektronik, juga dengan cicilan. Beli kenderaan, pasti dengan cicilan. Perlu uang tunai mendadak, pinjam dan pembayarannya dilakukan dengan angsuran. Tidak heran, jika rentenir bermunculan seperti laron sehabis hujan. Ada istilah BBA (Bank Batak Asli) dan BCA (Bang Cina Asli), yaitu orang-orang yang meminjamkan uang dengan bunga tertentu. Bunganya tentu saja tinggi.
Koperasi karyawan juga dipenuhi oleh anggotanya yang mengutang. Bahkan, nyaris setiap seksi punya semacam usaha simpan pinjam yang meminjamkan uang kepada anggotanya dengan bunga tertentu.
THR yang seyogyanya untuk kebutuhan karyawan dan keluarganya dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi hari besar habis untuk membayar utang.
Sebenarnya, banyak karyawan dengan gaji kecil bisa hidup sederhana dan bebas dari hutang. Tetapi, budaya dan nafsu konsumtif terhadap barang-barang yang diinginkan - bukan yang dibutuhkan - membuat orang terjerat semakin dalam. Dan semakin sulit untuk terlepas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar